KASINO88

Perkenalkan Namaku Ricky, biasa dpanggilnya KiKi Dulu aku ini anak baik-baik. Paling bandel cuma nonton bokep. Pacaran ga berani ga terdapat nyali. Main game kesukaanku. akan tetapi hobiku sebenarnya adalah belajar. Aneh ga? Itulah yg sebenarnya. hingga pada kisah ini, di waktu saya sudah lulus SMA saat umur 17 tahun.

Kisah ini bermula waktu saya hendak daftar ulang kuliah di Universitas M kota besar B. karena saya masih belum berpengalaman pergi-pulang sendirian serta sebab Mamah Papahku sibuk, mereka meminta Pamanku yang mengantar saya. Pas nya lagi, ternyata Pamanku memang sedang berada disana pada kota B, sedang bertugas buat LSM besar daerah dia bernaung.

karena banyak sekali hal, sesampainya saya pada kota B hari telah gelap. saya menelpon Pamanku untuk meminta jemputan di terminal. Rencananya saya menginap di kosan Pamanku saja, besok baru mendaftar ulangnya.

Ngocoks Kami bertemu di sebuah warung pada terminal, rupanya beliau sudah semenjak sore menunggu disitu. ia tidak sendirian pula. ada gadis yang menarik mata laki-laki disebelahnya. Pamanku mengenalkanku padanya.

Tangan lentik gadis rupawan itu mengulur padaku.

“Ricky..”, kataku kaku.

wanita berkulit putih dengan rambut hitam lurus sebahu itu tersenyum ramah, dia tidak mengungkapkan namanya.

“Ini temen Mamang Gi..’, kata Pamanku. “Esih namanya.. Tante Esih lah kalo kamu manggilnya”

“Ih.. masa Tante.. emang saya udah tua..”, ia tersenyum. “Panggilnya Teteh aja..’, sambungnya lagi.

aku mengangguk mengiyakan saja. pada hati saya masih galau, siapakah beliau ini?. Apa Pamanku punya istri lagi? menjijikan… bi Nur istri Paman Cahya yg legal kemana.. pikirku.

akan tetapi tidak mau kupikirkan lagi. Ditawari makan saya pribadi memesan soto. Bodo amat ah, aku tidak mau campuri urusan, kataku pada hati sambil makan.

sesudah aku makan, pamanku berbisik padaku.

“Mana terdapat ga titipan si Bapak buat Mamang?”

aku termenung dulu, mengingat ingat.

“Oh iya.. lupa KiKi.”

aku mengeluarkan amplop dari tasku. Pamanku merebut begitu saja. Dibukanya isinya, dia menghitung. kemudian 1/2 diberikannya di Esih.

“Yeuh.. eta jeung ongkosna sakalian nya?” (Nih.. itu sama ongkosnya ya sekalian?)

Teteh Esih tersenyum mengangguk.

“Nuhun.. (makasih)”, jawabnya.

aku melihat setidaknya 500 ribu dipegang perempuan itu kemudian masuk kedalam saku celana jeannya, sementara sisanya 500 ribu masuk ke kantung saku seragam LSM milik pamanku.

“Hayu Gi.. kita cao…”, sahut Pamanku bersemangat.

Didalam kendaraan beroda empat sedan butut tahun jebot milik pamanku mereka mengobrol seru didepan. saya menghabiskan waktu dengan melihat-lihat sekitar, mencoba mengingat-jangan lupa jalan yang kami lalui. biar hafal nanti bila kesini sendirian.

“Oh.. jadi ini teh anak dokter Linda..’, teteh Esih menoleh padaku.

‘Iyaah..”, jawab pamanku.

saya mengangguk ramah.

Itil V3
“Kunaon memangnaa..(kenapa emangnya)?”, tanya mang Cahya.

“Gapapa.. hihi kasep..(tampan).. hahahaha..”, teh Esih tertawa sembari menutup mulutnya.

“seperti Mamangnya ya?”

“Ih.. ini mah mirip Mamahnya atuh putih… si Akang mah seperti Papahnya.. item hahaha”

“Enya da lanceuk atuh.. (iya kan memang saudara tertua saya).

Mereka menyampaikan Papahku yang kakaknya Mang Cahya. Papahku jua Dokter sama menggunakan Mamahku. pada saat itu Papahku menjabat menjadi ketua di RSUD pada kota kami.

“Si Mamah teh orang Tionghoa bukan A KiKi?”, tanya teh Esih.

“Iya 1/2..”, jawabku, “asal si Kakek yg Tionghoa mah, nenek asli urang sunda..”

“Ooooh sama atuh yah sama Teteh.. Teteh juga kan Papah Teteh orang Tionghoa..”

“Ngan (cuma) beda nasiib…” sela Pamanku.

Hahaha.. kami semua tertawa beserta.

“Ko Teteh bisa kenal sama Mamah sayah.. emang orang mana aslinya?”, tanyaku bertanya-tanya.

Teteh dan Pamanku tertawa.

“Iya sama.. orang kota S juga KiKi. tadi baru datang jua pake bis.. cuma beliau mah sore, kalo engkau janjina sore, tiba-datang udah Isya.. huuuh..” jawab Pamanku. aku cengengesan, Teh Esih tertawa, sekarang tidak lagi sembari menutup mulutnya. dia membalik buat melihat wajahku. Dimatanya terlihat jua senyumnya padaku.

beliau mengagumkan, pake kaos u can see ketat, dimasukin kedalam celana jean yang menampilkan lekuk pantat, membentuk bodi ramping, berukuran dadanya pas. Rambutnya digerai sebahu lebih dikit. pakai poni buat tirai wajahnya. ‘Haduuuh… lumayan untuk bahan coli nih..’, kataku dalam hati.

‘Dimana Pamanku yang begajulan bisa menemukan perempuan mirip ini’, pikirku

mobil memasuki pelataran sebuah cafe yang didekorasi menggunakan btg bambu.

“Mau kemana kita Mang?”, tanyaku.

“sementara waktu Gi ketemu temen… cuma sebentar… kamu makan lagi atuh.. atau nyanyi-nyanyi karaoke tuh sambil nunggu, si Esih seneng tah nyanyi… kalo ke kosan dulu jauh Gi muter..”

aku sedang tidak tertarik buat bernyanyi, padahal aku ini vokalis band kacangan, saya lelah sebenernya pengen tidur. akan tetapi malas buat protes sama mang Cahya.

KASINO88

Baca carita selanjutnya di KASINO88

aku menentukan memisah menjauh asal meja mereka. Segera saja sahabat-teman pamanku berdatangan. Mereka memesan arak dan kacang-kacangan. Mereka mulai merogoh mic serta bernyanyi. saya memesan kopi susu, serta mengambil hapeku mengabari orang tuaku bahwa aku telah samapai serta bertemu mang Cahya, kubalasi pesan-pesan kawan-kawanku di hapeku.

Malam semakin larut, pesta pada meja pamanku telah mulai berkurang. kini tinggal teh Esih yg sedang bernyanyi. Pamanku yg sudah 1/2 teler tengah berbisik-bisik dengan rekannya. dia kelihatannya telah lupa kalau saya kini ini ikut bersamanya. Teh Esih melirik ke arahku, kelihatannya kasihan dengan keadaanku yang kelihatan bosan, dia mengangkat 1 botol minuman beralkohol yg masih penuh bermaksud memperlihatkan padaku.

Ternyata efek minuman memabukan sebotol itu tidak mengecewakan buatku. saya terlelap di mejaku. Bukan tidak sadarkan diri. Cuma hawa alkohol memang berhasil menambah kantukku. Pamanku membangunkanku ketika mereka seluruh bersiap untuk bubar. di kendaraan beroda empat aku lanjut tidur. Sesampai pada kosanpun aku eksklusif menggoler tiduran lagi diatas karpet, saya memilih diatas karpet sebab kulihat kasur cuma ada satu.

saya terbangun sesaat di gelap malam, terganggu sang bunyi yang kontinu berulang, saya sayup mendengar suara kain bergesek berulang-ulang suara laki-laki yang sedang ngos-ngosan, serta bunyi perempuan yang sedang merintih mirip menunda sakit. Mataku mencari-cari, masih buram sebab belum terbiasa dengan gelapnya ruangan.

selesainya jelas barulah saya melihat tubuh pamanku yg telanjang tengah menindih tubuh teh Esih yang bersuara lirih. tidak terlihat semua tubuh bawahnya, karena terhalang pantat paman yang aktif naik turun memompa. Mata Teh Esih terpejam, ia kelihatan berusaha menunda suaranya sepelan mungkin. Desahannya terdngar, ‘aang..

Seumur hidupku baru dua kali memergoki orang sedang bersetubuh, kedua orangtuaku sewaktu aku kecil, sekarang pamanku dan teh Esih yang entah siapanya. Kejadiannya hampir sama, terbangun mirip ini.

“Aw.. aw”, datang-datang teh Esih mengaduh. aku buru-buru menutup mataku lagi.

“Aduh jangan neken kesitu atuh Kang, kena tulang ih.. sakit..”.

“Oh enya maap atuh..”

Pompaan itu kembali terdengar. saya mengintip lagi. sekarang kulihat teh Esih tidak lagi memejamkan mata, tidak lagi mendesah kenikmatan, wajahnya bolak balik menatap ke arah sana sini. ia seperti sedang melayani pamanku saja, menunggu selesai.

datang-datang pandangan matanya beradu menggunakan intipan mataku. saya terkejut, sontak kututup buru-buru. Teh Esih kelihatannya masih memperhatikanku buat memastikan

“Kang.. eh eh Kang.. itu s KiKi bangun kali..?”

Pamanku berhenti sejenak, beliau berpaling menatap ke arahku. aku tegang, berusaha sebaiknya diluar kemampuanku berakting 1ebc1a17ad3a1674c3f11a3cde0327c7 tidur. ‘Mampus.. jangan sampe ketawan..’. Nafasku kuatur semirip orang yg tidur. hingga kukeluarkan sedikit suara kerongkongan orang tidur.

Terdengar kembali bunyi kain bergesekan, walau perlahan. Lagi enak kayaknya si Paman, tanggung bila mau tanggal.

“Bukan ah.. tidur beliau sih.. ngga.. ga apa-apa..”

Pamanku melanjut ijut lagi teh Esih, lebih semangat kedngrannya sekarang. suara plak plak kulit beradu pun terdengar.

“Aaaach..”, teh Esih menjerit kecil. Akupun bertanya-tanya, kubuka lagi mataku.

Pamanku menahan badannya dengan tangannya, hentakan di tubuh bawahnya jadi lebih kencang. Plak plak.. teh Esih memejamkan kembali matanya. ke 2 tangnnya ada di dada mang Cahya.

“Sssshhh… aaah… Tong kaluar di jero.. (jangan keluar didalam)”, seru teh Esih.

“Enyaaa.. (iyaaa) aaaaaaarghh..”, Pamanku mencabut kontolnya pas ketika spermanya muncrat di perut teh Esih.

“aaaaaaargh.. ah hah hah hah..”

Teh Esih memperhatikan tiap crotnya yg keluar. tidak terlalu banyak mirip yang di film bokep. Cepat dia merogoh celana pendek pamanku dan mengelapnya seketika. Sempat ia melirik ke arahku. Pandangan kami beradu lagi sekilas. Terkejut lagi aku , otomatis pula kututup matak. u.

“Aaahh..”, pamanku terdengar menggelesoh ke sebelah teh Esih.

Deg!. Inilah kesempatanku melihat memeknya. Sebelum ditutup yang punya. saya membuka mataku lagi.

‘Wew..! Kusaksikan teh Esih menutupi tubuhnya serta memeknya yg ditumbuhi bulu hitam itu perlahan menggunakan selimut. saya terpana. Selimut itu terus ditariknya hingga dada yg masih memakai u can see tadi. Kutangkap matanya menatap kepadaku, bibirnya agak mengulum senyum. aku pribadi terkena sihir, terutama si tititku yg perjaka, si titit tegang luarbiasa.

akan tetapi ku tidak berani apa-apa, setidaknya wajib menunggu mandi pagi supaya bisa kucolikan ketegangan ini.

Pamanku langsung mengorok. Teh Esih beranjak duduk sambil berselimut rapat. aku membalikan badanku. Akupun berusaha tidur.

Sebelum tertidur kudengar teh Esih pulang kekamar mandi relatif lama .

Udara dingin menerpa wajahku. saya masih bisa bertahan, tapi lalu suara bising kendaraan beroda empat sedan butut serta bau knalpot membangunkanku. setelah sepenuhnya sadar, barulah aku tahu, pamanku sudah berada dalam mobil hendak memacunya pulang. Kulihat teh Esih berdiri dekat jendela mobil berbicara dengan pamanku.

aku duduk kebingungan menatap teh Esih yang masuk balik ke kamar sembari menutup pintu.

“Apa A, hehe udah bangun?”, tanyanya duduk diatas kasur sembari menyulut sebatang rokok.

“Itu si Mamang dipanggil koordinator Kota B, disuruhnya mah kemarin sehabis asal café itu. akan tetapi malah ketiduran dianya..”

ia duduk mencari-cari sesuatu. Mataku pun ikut mencari. Sama-sama kami tertumbuk pada sesuatu, celana dalam perempuan teh Esih. Ditariknya kain kecil berenda tadi kedalam selimutnya. dia tiduran sementara waktu sembari berusaha memakainya, masih didalam selimut kedap.

“Eh maap ya A, pakai ini dulu.. hihi males mau ke kamar mandi..”

Barulah disitu saya jangan lupa insiden semalam. Terbayang kembali keseruannya. Kontolku berkecimpung sedikt demi sedikit.

‘Aduh.. saya coliin dulu aja apa ya?’, pikirku dalam hati.

“Mau ngopi A?”, tanya teh Esih.

dia sekarang setengah menelungkup menghadapku, bertumpu pada siku sambil merokok.

“Teteh mau?”

“Eh, malah kembali nanya, Teteh bikin satu gelas buat berdua aja ya?”

aku mengangguk. ia berdiri mengikatkan selimut pada pinggangnya, diatasnya beliau permanen menggunakan U can see, akan tetapi tanpa beha kulihat.

sembari memperhatikannya menyeduh kopi, saya bertanya.

“Teh? maaf ini.. Teteh tuh siapanya mang Cahya? Istri muda? atau masih pacarnya? atau… siapanya Teh? maaf ini mah..”

“Ah haha.. bukan siapa2nya A’.. cuma temen.. biasa..”

Kopipun tersuguhkan.

“Udah usang kenalnya?’

“Udaah.. asal mungil Teteh udah kenal sama kang Cahya..”

“Kenal dimana?”

“Dikampung..”

“Ooooh teman main?”

Si Teteh menyeruput kopi panasnya, kemudian mengisap pulang rokoknya.

“Bukan atuh Kang Cahya mah beda jauh diatas Teteh..”

“Emang Teteh maaf umurnya berapa sekarang?”

“euuuh… 29 yah taun ini.. bntar lagi”

aku membelalak. “Wow.. Teteh masih kayak baru lulus SMA.. awet belia ya?”

“Iiiiih bisa aja si Aa mah ngegombal..’

“Bener Teh..”

“Ah masa?, udah tua ginih..”, dia tersenyum senang.. dia mematikan rokoknya dan lalu berbaring, menutupi semua tubuhnya lagi menggunakan selimut.

aku tercenung, tidak enak mau bertanya pertanyaan krusial yg bekerjasama dengan insiden ngentotnya mereka tersebut malam.

“Teteh mau tidur lagi?”, tanyaku kecewa.

“Iyah.. masih ngantuk.. baru tidur sebentar, ,”

“Yaah..”, Akupun mau tidak mau balik berbaring diatas karpet keras itu. akan tetapi mataku tidak lepas berasal motilitas gerik si Teteh. ia bulak pulang posisi dalam perjuangan untuk tidurnya. hingga beliau menatap padaku tersenyum.

“Aa ga dingin disitu A?”

“Iya dingin atuh.. mana keras lagi..”, jawabku 1/2 merengek.

Teh Esih berpikir sementara waktu.

“Iya sinih atuh A, sebelah Teteh..”. Ditawari itu, saya seperti meloncat cepat bergerak ke sisinya.

Teh Esih tertawa sedikit

“Selimutnya mah ga usah ya?”

“Walah KiKi kedinginan atuh Teh, ,?”

“Atuh masa mau berdua..?”

“Kalo peluk boleh?”

Teh Esih tertawa lagi.

“Ya udah atuh nih sok selimut berdua..”

Hatiku melompat girang.

“tapi dibatesin sama guling ya?”

beliau menaruh guling diantara kami berdua. Kontolku telah ngaceng sejak tersebut. aku sangat berharap, siapa tahu dapet seoles dua oles jikalau diusahakan. Posisi dia membalik ke arah dindng sekarang. saya mengintip kedalam selimut. Pantatnya yg ranum tertutup ketat CD putih berenda tadi. Pahanya putih mulus luarbiasa.

“Hehe ayoo ngapain..?” dia menutup selimutnya sebagai akibatnya pandanganku terbatas. Akupun keluar dari selimut. relatif memalukan sih, tapi cuek ah..

“Teh..”

“Iya..”

“Teteh ko mau ngewe sama si Mamang? kan Si Mamang bukan siapa-siapanya Teteh?”, akhirnya tercetus juga pertanyaan yang kutahan sejak tersebut. agak iri terdengarnya.

Teh Esih tersenyum. lalu beliau menatapku, terlihat memikirkan jawaban.

“Iya gapapa sama Kang Cahya mah A.. Udah lama kenal, udah seringkali ngasih donasi..”, beliau membalik kini menghadapku. “tadi mah, Teteh lagi butuh, jadi weh nelp Kang Cahya.. dia mah senang ada aja ngasih A”.

“Cuma memang terakhirnya senang terdapat maunya beliau mah.. hehihi”, lanjutnya sambl cekikikan.

beliau menatapku usang seakan mengagumi tiap detil wajahku.

“enak ya si Mamang..”, kataku iri. Teteh tersenyum genit.

“Hahaha, iya memang enak A’ ngewe.. semua jua suka .. ahahaha”

dia terdiam mirip menunggu sesuatu. lalu kembali lagi menatapku.

“Emang kenapa gitu A?”, suaranya agak tinggi sedkit. saya terkejut dengan perubahan nadanya, agak takut sih akan tetapi si Otongku dibawah meminta kesempatan ini.

KiKi juga mau atuh Teh.. Ngewe sama Teteh..”.

Tanganku berkiprah menuju paha mulusnya, mengelusnya sambil berharap.

“Nanti jua KiKi kasih donasi kayak s Mamang, cuma yaa semampunya KiKi. kan KiKi masih kuliah belum kerja, nanti jika udah kerja..”

Teh Esih tidak menjawab, aku menatap wajahnya takut beliau murka , akan tetapi dia tersenyum.

“Iya sok (silakan) atuh kalo Aa mau mah..”

ia membuka selimut menawarkan tubuhnya yg ramping putih menggiurkan hanya memakai u can see dan CD berenda saja. Mempersilakanku buat menikmatinya. Jantungku bersorak berdetak kencang.

akan tetapi saya hanya terpana. Perlahan tanganku mulai berani meraba susunya.

“Uuuh sedap..” kataku pada hati.

Melihat pergerakanku yang tidak impresif sama sekali, tangan teh Esih berkecimpung meremas-remas kontolku, masih berasal luar celana. dia tertawa kecil.

“Eh hehe, bilang dong asal tersebut pengen ngewe gitu.. kirain teh anak orang kaya tampan ga napsu sama Teteh..”

Mataku terpejam merasakan kenikmatan dari rabaan si Teteh.

Terus terang baru kali inilah saya dipegang-pegang cewe, ciuman saja saya belum pernah. Pacaran pernah baru dua minggu putus. dia pindah ke kota lain. Ngocoks.com

Ternyata lain cita rasanya sama pegang-pegang sendiri, diginiian aja udah lezat banget.

Bibir te Esih menciumi leherku terus naik ke kuping.

“Bener ya A? nanti ga lupa ngasih donasi ke Teteh..”, bisiknya sexi pada kupingku.

saya mengangguk. Tangan te Esih naik ke perut terus ke dadaku. Menarik ke atas kaosku.

“Buka A..”, perintahnya halus.

saya masih berusaha menangkap bibirnya menggunakan bibirku, tapi beliau melengos.

“Jangan pada bibir..” desahnya.

saya duduk membuka kausku buru-buru, sekalian dengan celana panjangku, serta tidak lupa CDku kulempar kesamping.

Kontolku yg sudah berdiri menantang kini terbebas asal belenggunya.

saya duduk menghadapi hidangan tubuh yang mempesona ini.

Tangan halus the Esih balik hinggap mengelus dan mengocok kontolku.

“Aaaah lezat…” erangku tergiur akan kenikmatan colian si teteh Esih.

aku ingin sekali melihat pulang memek dengan jembut hitam miliknya itu. Maka saya berusaha membuka CD rendanya. The Esih tersnyum lagi

“Mau cepet aja?”, tanyanya. saya gundah dengan pertanyaan itu.

“Mau cepet aja maksudnya pribadi masukin aja mungkin begitu..?”, cetusku pada hati.

“Iya sok atuh..”, pungkasnya sambil menarik kontol ku supaya saya berada diatas tubuhnya. aku berkecimpung mengikuti arahannya. sekarang kontolku berada diatas memeknya.

aku membuka kaus te Esih keatas, ingin liat susunya. dan wooow, luar biasa indah dagi. Besarnya lebih akbar asal kepalan tanganku, pentilnya imut coklat agak kemerahan. Kulumat dengan bibir dan tanganku.

“Aaaaah.. enak A’”, bibir te Esih mendesah lirih. Pandang matanya menyipit.

Puas dengan tete, saya memperhatikan memek the Esih. Ku elus elus menggunakan tanganku. telah terdapat cairan sedikit yang keluar. Pelumas kelihatannya.

saya menatap te Esih meminta tuntunan cara memasukan kontolku. The Esih yg sudah setengah terpejam hanya mengangkangkan pahanya saja, menunjukkan estetika kemaluannya. aku bingung, kucoba saja menusuk-nusukan kontolku kearah celah yang ada disitu.

“Angh… bukan disitu A’..”. galat target ternyata saya.

Tangan te Esih menggapai kontolku menuntunnya ke arah kenikmatan yg benar.

saya dengan cepat menekan, ‘Ugh..’ masih meleset. Malah menjadi gesekan nikmat memek te Esih pada kontolku.

“Aduh digesek disini aja udah enak..”, kataku.

sekarang kontolku telah diarahkan lagi. aku menekan lagi. Hampir terkuak itu bibir kemaluannya sang kontolku, tapi ko malah melenting ke atas lagi kontolku.

“Belum terlalu basah sih A.. bentar..”.

Te Esih merogoh ludah mliknya serta dioleskan di memeknya, lalu dia meludah ke tangannya lagi, kini relatif poly. beliau balurkan ke kontolku, sembari beliau kocok-kocok cepat, agar beredar homogen mungkin pelumasnya.

tapi..

Kocokan itu malah membentuk kontolku berdenyut-denyut keenakan. Gilee.. lezat bener.. serta terjadilah hal yang aku sesali.. si Otong tidak mampu bertahan, staminanya anjlok, dia muntah sperma..

Crot.. crot.. crot banyak banget ke atas perut serta tangan si Teteh.

“Aaaaaaaauuuuhh…”, lenguhku nikmat akan tetapi jua saya sesali.

“Yaaaah Teh.. maaaaf..?”, kataku lemas.

Si Teteh malah tertawa, sekali lagi mirip tadi beliau mengambil celana pendek s Mamang, mengelap menggunakan cekatan.

“Yaaaah si Aa kasiaaaaan… hahaha”. katanya.

aku berbaring pada samping si Teteh. Masih memperhatikan memeknya yang kurindu. tapi apa lacur, s Otong masih belum mau bangkit lagi.

Teh Esih berdiri berjalan ke kamar mandi sembari membetulkan kausnya.

“Eh kemana Teh..? belum.. The”, tegurku putus harapan.

“Iya Aa damai aja.. haha, ini mau higienis-bersih aja..”.

bersambung…

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*